Mafirion Dorong RUU Perlindungan Saksi dan Korban Akomodasikan DBPK yang Rinci

03-07-2025 /
Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion saat pendalaman dalam rapat Kunsfik Komisi XIII di Kanwil Kemenkum Riau, hari Rabu(02/07/2025). Foto: Munchen/vel

PARLEMENTARIA, Pekanbaru — Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion menegaskan pentingnya penyusunan secara rinci dalam Revisi Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban, khususnya terkait Dana Bantuan Perlindungan Korban (DBPK). Hal itu disampaikannya dalam kunjungan kerja spesifik (Kunsfik) Komisi XIII DPR RI ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) Riau, dalam rangka pembahasan lanjutan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006.

 

“Kita sudah tiga bulan melakukan pembahasan undang-undang ini. Memang undang-undang ini hanya dua yang paling penting. Karena ada kata melindungi, tentu yang ke dua harus punya anggaran yang besar. Jadi undang-undang ini hanya dua saja konsepnya,” ujar Mafirion saat pendalaman dalam rapat Kunsfik Komisi XIII di Kanwil Kemenkum Riau, Rabu (2/7/2025).

 

Menurutnya, urgensi revisi terletak pada kejelasan dan kedetailan pengaturan terkait bentuk perlindungan yang diberikan kepada saksi dan korban, baik dalam bentuk perlindungan fisik, hukum, maupun psikologis, serta dukungan dana yang memadai selama proses hukum berlangsung.

 

“Misalnya dalam hal perlindungan, baik Justice Collaborator, divisi lindung, dan dana korban. Dana korban bantuan ini bukan hanya korban setelah peristiwa, tetapi dalam perjalanan dia proses hukum,” tambahnya.

 

Mafirion mencontohkan sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Hong Kong, Inggris Raya, dan Filipina, yang telah memiliki skema perlindungan saksi dan korban secara komprehensif, termasuk perubahan identitas sebagai langkah perlindungan ekstrem.

 

“Ketika dia sebagai saksi dan korban, perubahan identitas bukan hanya melindungi dia dengan identitasnya. Umpamanya dia mengalami tekanan di Pekanbaru, dia harus kita pindahkan ke Jakarta. Yang mengalami tekanan di Jakarta, kita pindahkan ke Bandung. Itu kan termasuk bagian di dalam proses. Jadi, bukan hanya restitusi terhadap penggunaan uang restitusinya saja,” jelasnya.

 

Anggota Fraksi PKB ini pun menegaskan bahwa meskipun revisi UU ini memerlukan konsekuensi anggaran yang besar, namun penting untuk menciptakan kerangka hukum yang kuat dan rinci demi perlindungan nyata terhadap saksi dan korban.

 

“Apapun risikonya, walaupun dengan konsekuensi dananya nanti, undang-undang terbaik ini akan lahir. Tetapi undang-undang ini terlebih dahulu memang harus diperinci,” tutup Mafirion. (mun/aha)

BERITA TERKAIT
Ketua Komisi XIII Tidak Setuju Putar Lagu di Pernikahan Harus Bayar Royalti
15-08-2025 /
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya sepakat dengan adanya pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang...
Menuju Generasi Emas 2045, Legislator Soroti Pentingnya Akses air Bersih & Gizi Seimbang
07-08-2025 /
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XIII DPR RI Yanuar Arif Wibowo menyoroti program MBG (Makan Bergizi Gratis) yang menurutnya perlu...
Yanuar Arif: Pemberian Amnesti dan Abolisi Prabowo Sangat Tepat
06-08-2025 /
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XIII DPR RIYanuarArif Wibowo menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan amnesti dan...
Fenomena Bendera One Piece Bagian Dari Ekspresi, Pemerintah Harus Intropeksi
05-08-2025 /
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira menilai fenomena pengibaran bendera bajak laut dari anime...